a very yuppy wedding
Finally, the first novel yang saya baca paling akhir dari
keseluruhan karya Ika Natassa.
Novel inilah yang bikin Ika Natassa dapet tempat di
Khatulistiwa Literary Awards sebagai salah satu newcomer muda berbakat.
Novel ini sempat teronggok cukup lama di bookshelf tanpa
saya sentuh. Dia kalah pamor dengan Hunger Games Trilogy. Saya ingat baru baca
sekitar dua lembar sebelum put this book aside awhile.
Bercerita tentang bankir muda, cantik, smart dan melek
fashion, Andrea, yang of course punya pacar cakep dengan 5 o’clock shadownya
yang bikin melting itu. Too bad, si pacar, Adjie, bankir juga, sekantor
dengannya pula. Padahal ada aturan di dalam kantornya bahwa sesama pegawai
dilarang memiliki relationship yang berbau-bau romansa, apalagi sampai terikat
pernikahan.
Ternyata, hubungan Andrea dan Adjie ini berjalan jauh lebih
serius dari yang awalnya diperkirakan karena suatu hari, Adjie melamar Andrea
jadi istrinya. Dan dari sinilah twisted life of Andrea Siregar dimulai. Sejak masalah
pegawai baru yang cantik yang nempel-nempel melulu sama si Adjie, ke-gep sama
atasan sampai masalah dengan mantan pacar Andrea yang tiba-tiba muncul.
This novel reminds me of things that my friend said. Bahwa menjelang
pernikahan, godaan dalam sebuah hubungan akan muncul makin bertubi-tubi. Yang mana
itu bakal menguji sejauh mana hubungan itu bakal bertahan. Kalau survive sampai
menikah itu berarti titik awal pondasi dalam rumah tangga nantinya.
*sigh*
Well, don’t ask me.. never experience it. Yet.
Iya, saya belum menikah dan belum pernah terlibat dengan
sebuah hubungan seserius itu. *curcol*
Ada hal yang terlalu cheesy yang saya rasa dari novel ini. Entah
bagian kepopuleran dua karakter utamanya yang terlalu semena-mena, atau
pertengkaran mereka yang kadang bikin saya mendesah capek. Because in my
opinion, buat sebuah hubungan dengan komitmen serekat itu, isu-isu macam
pegawai-muda-baru-yang-cantik-dan-deket-sama-calon-laki-gue-itu bisa diredam
dalam konversasi dan nggak berakibat useless fight yang akhirnya bikin dahi
saya berkerut heran. Was that fight worth it. I mean was that issue was worth
to argue about?
Yah, walaupun begitu, saya cukup menikmati, kok, novel ini. Buktinya,
sekali dilanjutkan setelah sekian lama teronggok, saya bisa mengakhirinya dalam
sekali lahap. Walaupun agak puyeng juga disuguhkan dengan istilah-istilah perbankan yang cukup bikin sakit mata.
Still, my favorite is Antologi Rasa and Divortiare.
So, 2 out of 5 stars? :)
picture from here
0 komentar: